Selasa, 07 Mei 2013

perbedaan ciri negara indonesia dengan negara lain PENGERTIAN DASAR TENTANG PAHAM KEBANGSAAN



perbedaan ciri negara indonesia dengan negara lain

PENGERTIAN DASAR TENTANG PAHAM KEBANGSAAN

Dewasa ini banyak beredar secara meluas istilah wawasan kebangsaan dan paham kebangsaan. Mana yang sebenarnya harus diterapkan oleh bangsa Indonesia untuk dapat menjaga keutuhan bangsa yang berbhinneka ini; Paham Kebangsaan atau Wawasan Kebangsaan? Marilah kita bahas persoalan ini.

1. Pertama, marilah kita jawab pertanyaan yang mendasar, apa itu nasionalisme atau paham kebangsaan itu. Secara singkat dan populer nasionalisme atau paham kebangsaan itu adalah paham, aliran, pendirian, atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dengan mewujudkan cita-cita nasional yang telah disepakati. Kecintaan itu dilandasi oleh kesadaran para anggota bangsa tersebut untuk secara bersama-sama ingin mencapai cita-cita, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, serta mewujudkan kemakmuran dan kekuatan sebagai satu bangsa. Dari sinilah lahirnya semangat kebangsaan. Dari kecintaan yang tumbuh menjadi semangat dan cita-cita akan idealisme untuk mempertahankan bangsa dan negara itulah lahirlah ’Patriotisme’. Karena itu nasionalisme akan punya arti bagi perjuangan suatu bangsa untuk mewujudkan keinginan, cita-cita atau ide bersama, yang secara populer disebut ’Cita-cita Nasional’, bila nasionalisme itu didukung oleh semangat patriotisme yang kuat.
Kita semua mengetahui bahwa nasionalisme atau paham kebangsaan itu bersifat universal. Artinya kita jangan salah mengira bahwa paham kebangsaan adalah monopolinya bangsa Indonesia. Semua negara-negara yang merdeka dan berdaulat, bangsa yang merdeka yang punya negara, punya tanah air, punya cita-cita nasional, maka dia memiliki paham kebangsaan atau memiliki nasionalisme. Jadi setiap negara yang merdeka dan berdaulat yang punya cita-cita, punya identitas dan integritas, pasti punya nasionalisme. Semua bangsa-bangsa yang mempunyai nasionalisme atau paham kebangsaan cita-cita nasionalnya itu diperjuangkan dan diwujudkan didalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Karena itu tidak heran bila tiap-tiap negara memiliki nasionalisme-nya sendiri, sehingga nasionalisme itu bersifat universal dan bukan monopoli satu bangsa atau satu negara saja.
Tetapi marilah kita cermati bahwa tiap bangsa, tiap negara yang mempunyai nasionalisme itu, yang mempunyai cita-cita itu, nasionalisme atau paham kebangsaan yang ada pada tiap bangsa dan suatu negara itu didasarkan pada kondisi obyektif yang berbeda-beda. Oleh karena itulah maka nasionalisme atau paham kebangsaan di tiap-tiap negara mempunyai ciri-ciri yang berbeda.

2. Faktor obyektif yang mendasari lahirnya nasionalisme didalam suatu negara adalah: faktor demografi, geografi, dan latar belakang sejarah (historical background).
a. Demografi, berkaitan dengan jumlah penduduk (besar atau kecil), penyebarannya, strukturnya (homogen atau heterogen), budaya dan pandangan hidupnya
b. Geografi, tempat bangsa itu lahir, hidup dan mempertahankan kehidupannya. Ada yang bentuk geografinya terkungkung oleh daratan, disebut land-locked country (Afghanistan, Swiss), sebuah benua atau daratan yang luas (India, Cina), satu pulau (Singapura) atau sebuah kepulauan yang besar (Indonesia).
c. Latar belakang sejarah atau historical background. Karena sebelumnya dijajah, ingin melepaskan diri dari penjajah, atau karena gejolak politik sosial, revolusi industri atau terpaksa mengungsi sebagai akibat revolusi sosial. Ketiga faktor tadi; demografi, geografi dan latar belakang sejarah (historical background) yang berbeda-beda itulah yang menyebabkan nasionalisme yang lahir dan hidup di dalam suatu bangsa berbeda-beda dengan bangsa lain. Tiap-tiap nasionalisme di dalam suatu negara mempunyai ciri-ciri tersendiri.

Kalau kita bahas nasionalisme Indonesia atau paham kebangsaan Indonesia, sifat universalnya nasionalisme Indonesia adalah bahwa kita yang menjadi bangsa Indonesia ini seluruhnya mencintai tanah air Indonesia, mencintai negara Indonesia. Sebagai anggota suatu bangsa, kita semua menyadari bahwa kita mempunyai keinginan bersama, cita-cita bersama yang disebut cita-cita nasional yang ingin diwujudkan, dipertahankan, diabadikan sebagai identitas, integritas, kemauan dan kekuatan nasional, berdasarkan semangat kebangsaan Indonesia.

3.1.PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA (NASIONALISME INDONESIA)

Di depan telah disebutkan bahwa tiap bangsa memiliki nasionalisme dengan ciri-cirinya sendiri, begitu pun bangsa Indonesia. Marilah kita kaji dari faktor-faktor obyektif yang mendasari dan menjadi latar belakang lahirnya paham kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia.





3.2.PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA DALAM UUD 1945

1. Nasionalisme dan Patriotisme
Sekali lagi ingin diingatkan bahwa nasionalisme atau paham kebangsaan bukanlah monopoli bangsa Indonesia atau bangsa Amerika saja, tetapi bersifat universal. Tetapi kondisi obyektif demografi, geografi dan historical background masing-masing negara yang berbeda, yang menyebabkan nasionalisme di tiap-tiap negara mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dan paham kebangsaan yang berbeda-beda tersebut, ketika masing-masing bangsa mendirikan negara, ciri-ciri khusus tersebut mewarnai bentuk, tujuan, sistem pemerintahan yang dibangun di dalam suatu negara sebagaimana tertuang di dalam hukum dasar atau konstitusi negara yang bersangkutan. Ciri khusus ini berpengaruh juga kepada pengertian dan makna demokrasi yang diterapkan didalam negara masing-masing. Bagi kaum nasionalis Indonesia harus menyadari bahwa nasionalisme Indonesia atau paham kebangsaan Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang didasari oleh kondisi obyektif Indonesia yang berbeda dengan nasionalisme AS, Kanada, Jepang, Cina, Korea, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan lain-lain. Tetapi satu hal yang bersifat universal adalah setiap bangsa pasti mencintai negaranya, bahkan tidak sekadar cinta, bila perlu membela. Apa yang dibela? Cita-cita bersama yang disebut cita-cita nasional yang menjadi kepentingan nasional. Ciri nasionalisme di masing-masing negara melahirkan cita-cita nasional yang menjadi kepentingan nasional masing-masing bangsa. Karena adanya perbedaan ciri tersebut, berimplikasi kepada perbedaan kepentingan nasional, sehingga tidak mengherankan bila diantara negara terjadi konflik oleh karena ingin melindungi kepentingan nasional masing-masing. Itulah sebabnya maka nasionalisme selalu lekat dengan patriotisme. Nasion adalah bangsa, Patria adalah tanah air. Tidak bisa dilepaskan kelekatan antara bangsa dan tanah air, tidak bisa dilepaskan kelekatan antara rakyat dan wilayahnya. Sebab tanpa kedua itu tidak mungkin ada sebuah negara yang merdeka. Begitu juga halnya dengan Indonesia. Karena itu nasionalisme Indonesia harus disertai dengan patriotisme Indonesia, tanpa patriotisme, nasionalisme tinggal semboyan yang hampa.
Ketika bangsa Indonesia dengan paham kebangsaannya yang memiliki ciri-ciri khusus tersebut sampai pada tahap perjuangan yang menentukan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah, maka secara bijak para Bapak Pendiri republik ini merangkum secara tepat ciri-ciri nasionalisme yang telah menjadi milik bangsa tersebut, dan kemudian dituangkan ke dalam hukum dasar negara yang baru dibentuk didalam falsafah bangsa dan UUD 1945.
Kita mengetahui bahwa untuk membentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat minimal ada 3 (tiga) faktor eksistensial yang harus dipenuhi, yaitu: rakyat (demografi), wilayah (geografi) dan pemerintahan. Paham kebangsaan yang berdasarkan kepada kondisi obyektif rakyat Indonesia yang pluralistis, geografis sebagai negara kepulauan dengan historical background tersebut di atas dan mempunyai tujuan bersama yang ingin diwujudkan sebagai bangsa, maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika itulah yang kemudian dituangkan kedalam prinsip-prinsip membentuk konstitusi negara yang secara ideologi disebut cita-cita nasional.

3.3Negara Milik Bersama
Negara ini dibangun oleh seluruh keluarga besar bangsa Indonesia, negara ini milik bersama seluruh rakyat Indonesia, bukan milik golongan tertentu, etnik tertentu, agama tertentu, daerah tertentu, tetapi milik bersama. Karena itu yang akan diwujudkan adalah cita-cita nasional, bukan kepentingan perorangan, kelompok tertentu, golongan tertentu, etnik tertentu, ras tertentu, juga bukan untuk agama tertentu, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Begitu pula wilayah negara yang secara obyektif memiliki konfigurasi teritorial sebagai satu negara kepulauan (archipelagic state) dengan ciri sebagai negara Nusantara demikian itulah yang kemudian dijadikan dasar untuk menetapkan wilayah nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ciri-ciri khusus paham kebangsaan atau nasionalisme Indonesia demikian itulah yang memberi corak yang khusus kepada dasar negara yang dibangun berkaitan dengan bentuk negara, sistem penyelenggaraan negara dan keinginan bersama atau cita-cita nasional yang akan diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus pandangan hidup atau falsafah bangsa yang disebut Pancasila. Karena Negara menjadi milik bersama, maka salah satu yang ingin diwujudkan adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.4 Pancasila Ideologi Negara
Telah menjadi pengetahuan umum dan pengakuan universal di dunia, bahwa tiap negara yang merdeka dan berdaulat pasti mempunyai hukum dasar/konstitusi, baik yang tertulis (UUD) atau yang tidak tertulis. Pada hukum dasar itu berisi seluruh konsep yang bersistem yang dijadikan asas pendapat suatu bangsa yang bersangkutan yang memberi arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup bangsa tersebut. Inilah yang secara populer disebut Ideologi. Jadi, Pancasila yang bersumber kepada kondisi obyektif paham kebangsaan Indonesia demikian itulah yang disebut ideologi negara. Di dalamnya berisi tatanan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan yang tertuang dalam sistem penyelenggaraan negara yang dicita-citakan dan memberikan strategi bagaimana untuk mencapai cita-cita nasional dengan memberikan prosedur, rancangan, serta program untuk mencapainya. Dengan kalimat lain dapat dinyatakan bahwa konstitusi atau hukum dasar yang kita miliki yaitu UUD 1945 mulai dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya adalah pengejawantahan secara konstitusional paham kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia yang memiliki ciri khusus berdasarkan kondisi obyektif yang telah diterima oleh seluruh bangsa dan telah ditetapkan sebagai dasar negara. Dengan pengertian demikian, maka wajarlah bahwa konstitusi kita yaitu Pancasila dan UUD 1945 memiliki ciri khas karena bersumber pada kondisi obyektif yang berbeda dengan negara-negara lain. Jadi bila kita ingin memahami dengan benar tentang nasionalisme Indonesia atau paham kebangsaan Indonesia, sebagaimana telah tertuang dalam konstitusi, harus memahami benar-benar tiga faktor yang menjadi kondisi obyektif bangsa Indonesia. Mempelajari UUD 1945 sebagai elaborasi paham kebangsaan Indonesia, tidak bisa hanya dari segi harfiah saja, tetapi perlu mengerti kandungan filosofis, ideologi dan cita-cita nasional yang ingin diwujudkan, yang bersumber kepada kondisi obyektif negara kita, inilah yang oleh para founding fathers kita disebut ‘suasana kebatinan” atau “Geistlichen Hintergrund”-nya.

Demikianlah pemahaman singkat mengenai Paham Kebangsaan pada umumnya dan Kebangsaan Indonesia khususnya.
31.a.Rasa Kebangsaan Indonesia
Konsep rasa kebangsaan Indonesia tumbuh dari sejarah panjang bangsa. Berawal dari hasrat ingin bersatu penduduk yang mempunyai latar belakang yang sangat majemuk, kemudian berkembang menjadi keyakinan untuk menjadi satu bangsa yang akhirnya dideklarasikan oleh sejumlah pemuda pada saat Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Sejalan perkembangan perjuangan kebangsaan, keyakinan terikat sebagai satu bangsa tersebut kemudian berkembang menjadi paham nasionalisme. Kemudian berangkat dari latar belakang sejarah tersebut didefinisikanlah rasa kebangsaan, yaitu kesadaran berbangsa, merupakan rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme. (Nation and Character Building-Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan-, dari hasil diskusi reguler Direktorat Politik, Komunikasi dan Informasi Bappenas, Otho H. Hadi, MA, Staf Direktorat Politik, Komunikasi dan Informasi Bappenas).
Selama ini, rasa kebangsaan Indonesia dianggap sudah mulai luntur, hal ini dikaitkan dengan kenyataan derasnya arus globalisasi dan westernisasi yaitu semakin lunturnya budaya ketimuran Indonesia. Semakin sulit kita temukan pada anak muda jaman sekarang sopan santun khas budaya Timur yang dulu dipraktekkan orang-orang tua kita pada jamannya. Semakin sulit pula kita menemukan generasi muda sekarang yang hafal butir-butir dari sila Pancasila. Meskipun penguasaan materi butir-butir Pancasila tidak dapat dijadikan indikator pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak hal tersebut menunjukkan adanya penurunan upaya pemantapan pemahaman kewarganegaraan pada generasi muda. Saya tidak yakin (bukan berarti pesimis) jika kita ambil sampel di tempat-tempat umum (misalnya mall-mall) apakah pemuda-pemudi kita hafal 100% Lagu Indonesia Raya? Tanyakan pula, siapa pencipta lagu Bagimu Negeri? Tapi coba tanyakan, siapa yang menyanyikan lagu “PUSPA”? Dengan cepat pasti segera dijawab. Sekali lagi, meskipun kadar kebangsaan seseorang tidak semata-mata diukur dengan bisa tidaknya menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengetahui lagu-lagu wajib perjuangan, paling tidak hal ini menjadi suatu peringatan bagi kita pencinta bangsa dan negara ini.
Bangkitkan kembali !
Rasa kebangsaan Indonesia lahir dari suatu sejarah yang panjang. Kita sebagai generasi penerus mempunyai kewajiban untuk melestarikannya. Pelestarian rasa kebangsaan Indonesia merupakan salah satu usaha untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun wacana yang ada menyatakan bahwa telah terjadi penurunan rasa kebangsaan Indonesia, kita tetap harus optimis, karena terbukti masih banyak potensi bangsa ini yang dapat dikembangkan demi tetap terpeliharanya rasa kebangsaan dan dapat dijadikan pijakan untuk usaha-usaha memelihara dan meningkatkan rasa kebangsaan Indonesia itu sendiri.
3.3 semangat kebangsaan
Adalah karena Semangat Kebangsaan rakyat yang Indonesia berhasil keluar dari penjajahan bangsa lain dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Merdeka dan Berdaulat. Sejarah membuktikan bahwa mereka yang tidak ber-Semangat Kebangsaan tetap berada dalam penjajahan sekalipun seakan-akan mereka hidup dalam satu negara mereka sendiri.
Semangat Kebangsaan itu timbul di dada rakyat dan khususnya para pemuda karena mengalami kehidupan yang hina dan sengsara dibandingkan rakyat yang hidup di satu negara merdeka. Lebih-lebih lagi merasakan perbedaan yang amat mencolok dalam kehidupan pihak yang dijajah dan yang menjajah, baik penjajah itu Belanda, Inggeris maupun Jepang. Perasaan itu memuncak dan menggelora menjadi semangat yang tidak sudi lagi dijajah oleh siapa pun juga. Terwujudlah Semangat Kebangsaan yang mendorong perjuangan merebut kemerdekaan didahului dengan Proklamasi Kemerdekaan oleh Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Karena penjajah tidak sudi melepaskan cengkeramannya secara damai, perjuangan kemerdekaan meluas ke perjuangan fisik bersenjata. Dengan Semangat Kebangsaan yang kuat rakyat Indonesia bersedia melakukan pengorbanan apa saja demi mencapai tujuan. Perang Kemerdekaan dapat memaksa penjajah untuk akhirnya mengakui kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia pada 27 Desember 1949.
Pancasila sebagai pedoman perjuangan.
Setelah para Pendiri Bangsa mendengarkan uraian Bung Karno yang beliau namakan Pancasila pada 1 Juni 1945 dan kemudian setuju untuk menjadikan Pancasila Filsafah Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia, maka Pancasila menjadi pedoman perjuangan bangsa Indonesia.
Tidak saja Pancasila menjadi Ideologi bagi para pejuang kemerdekaan, ia juga amat bermanfaat untuk mempersatukan perjuangan. Di antara para pejuang ada yang tegas berpaham kebangsaan atau nasionalisme, tetapi juga yang dimotivasi oleh ajaran agama dan ada pula yang menganut paham sosialisme. Di antara kaum nasionalis pun ada perbedaan nuansa, sebagaimana juga antara pejuang agama dan sosialisme. Namun dengan Pancasila terwujud kesatuan gerak dan perjuangan menghadapi penjajah sesuai dengan prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Ketika ada yang hendak menjadikan Perbedaan lepas dari Kesatuan dan hendak mendominasi perjuangan dengan pahamnya, maka ia mengalami akibatnya yang tidak ringan.
Pancasila yang oleh Bung Karno disebut sebagai Isi Jiwa dan Jati Diri Bangsa Indonesia tidak dapat diabaikan apabila bangsa Indonesia hendak berhasil memperjuangkan masa depannya. Motivasi yang ditimbulkan Pancasila kepada perjuangan tampak nyata dalam perjuangan TNI. Ketika Belanda merebut Ibu Kota Perjuangan Yogyakarta dan menawan pimpinan nasional, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, sementara orang berpendapat bahwa perjuangan selesai. Tetapi Panglima Besar Sudirman menyatakan Terus Berjuang sampai Tujuan tercapai. Semangat Pak Dirman yang notabene sakit keras serta sikapnya yang tegas memperkuat semangat para pejuang TNI dan menjalar ke rakyat. Inilah yang tidak disangka penjajah serta sekutunya dan perjuangan gerilya yang berkobar di mana-mana akhirnya memaksa penjajah mengakui kemerdekaan Indonesia.
Semangat Kebangsaan untuk Kemajuan, Keadilan dan Kesejahteraan
Akan tetapi perjuangan belum selesai dengan menghasilkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sebab Tujuan Bangsa adalah terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. NKRI merupakan sarana dan wahana untuk mencapai Tujuan Bangsa itu, sekalipun sarana dan wahana yang mutlak diperlukan. Sebab itu setelah kemerdekaan tercapai perjuangan harus menuju kepada terwujudnya Kemajuan, Keadilan dan Kesejahteraan.
Perjuangan ini makan waktu lama dan bahkan tanpa akhir karena bangsa Indonesia tidak mau tertinggal oleh kemajuan bangsa lain. Amat banyak yang harus diwujudkan, harus diciptakan kondisi Ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat disertai pelaksanaan Otonomi Daerah yang harmonis. Hal ini memerlukan peningkatan Pendidikan Nasional yang menjangkau seluruh bangsa. Ini pun harus didukung banyak kegiatan Riset untuk meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perlu didukung kondisi Politik yang mengabdi Kesejahteraan. Dan seluruh usaha ini harus diamankan dari berbagai ancaman dan gangguan, baik dari luar maupun dalam negeri. Perjuangan ini jauh melampaui daya dan tenaga bangsa yang dikeluarkan dalam merebut kemerdekaan. Sebab itu perjuangan mewujudkan Kemajuan, Keadilan dan Kesejahteraan perlu pula didukung dan didorong oleh Semangat Kebangsaan yang kuat. Malahan harus lebih kuat dari Semangat Kebangsaan bangsa tetangga kita, karena Indonesia memperjuangkan masa depan rakyat Indonesia yang jumlahnya sekarang sudah 220 juta orang dan akan mencapai 250 juta serta hidup di Negara Kepulauan yang luas.
Semangat Kebangsaan diperlukan untuk mendorong dan memotivasi seluruh bangsa agar menghasilkan performa atau hasil kerja yang baik dan makin baik, dengan selalu mengusahakan hal yang terbaik melebihi apa yang sudah tercapai di bangsa tetangga kita. Semangat ini harus meliputi Penyelenggara Negara, baik di Pusat maupun di Daerah, untuk memimpin dan mengurus negara dan bangsa secara baik. Demikian pula para warga yang aktif di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Juga para Budayawan, Ilmuwan, Usahawan, para Guru dan Pendidik, para Wartawan, para anggota TNI dan Polri, dan seluruh rakyat yang menjadi Petani, Nelayan, Buruh dan Karyawan, semuanya diliputi Semangat Kebangsaan yang menghasilkan perbuatan terbaik bagi bangsa.
3.2.1. pengertian wawasan kebangsaan
dalam Keadaan bagaimanapun juga wawasan kebangsaan akan lebih memotivasi untuk berperan serta secara aktif, bertanggung jawab, positif, partisipatif dan konstruktif memperbaiki situasi tersebut. Tantangan-tantangan hidup yang dialami anak-anak remaja sebagai bangsa Indonesia tidak akan memisahkan mereka yang terpisah dari pulau -pulau yg lain dan dari bangsa kita, melainkan justru akan membangkitkan sikap dan tindakan proaktif mereka di dalam mewujudkan kesetiaan, tanggung jawab, cinta tanah air Indonesia di dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi, memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan suasana dan rasa aman, damai, sejahtera, keadilan yang merata bagi rakyat negara, bangsa Indonesia kita ini. Mereka memang akan menjadi kristis namun partisipatif secara positif & konstruktif di dalam melakukan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila untuk kepentingan nasional, karena kepentingan individual secara proporsional akan dapat lebih terjamin, terpenuhi secara merata di kalangan rakyat apabila kepentingan nasional, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia juga terpenuhi

Hasrat ingin bersatu penduduk yang mempunyai latar belakang yang sangat majemuk ini di dalam kebersamaan di satu nusa yang sama dengan satu bahasa yang sama yang menghubungkan dan mempersatukan mereka sebagai satu bangsa yang sama yang kemudian berkembang menjadi keyakinan menjadi satu bangsa, yaitu Indonesia inilah yang telah menggerakkan sejumlah pemuda mengadakan kongres di Batavia (Jakarta) tanggal 28 Oktober 1928 dan menghasilkan kata sepakat yang sekarang dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Tekad, akad dan sekaligus dasar perjuangan mereka adalah satu tanah air yaitu tanah air Indonesia; satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia; satu bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Nampak bahwa wawasan kebangsaan Indonesia, yang mengandung makna pemilikan prinsip mendasar di dalam kehidupan berbangsa Indonesia, yaitu meyakini diri terikat sebagai satu bangsa (band. Bachtiar, 1987: 'nasion' yang kemudian berkembang menjadi paham nasionalisme) di kalangan generasi muda tersebut di atas dan penduduk yang mendiami nusantara bukanlah berlangsung di dalam waktu singkat, _Wawasan kebangsaan Indonesia merupakan proses yang berlangsung lama, disadari jadi bukan kebetulan di kalangan penduduk yang mempunyai latar belakang agama, kebudayaan, bahasa, etnis (suku dan ras) yang sangat majemuk. Mereka menyadari bahwa kehadiran mereka di nusantara mempunyai makna yang mengkondisikan respon mereka untuk bersatu dan membangun diri sebagai satu bangsa. Bachtiar (1987) mencatat bahwa panitia yang menyelenggarakan kongres tersebut di atas benar-benar mencerminkan tekad dan akad mereka untuk mengidentifikasi diri sebagai satu kesatuan tanah air, bangsa, bahasa yang melampaui batas-batas berbagai latar belakang mereka yang sangat majemuk tersebut

3.3.1 pengertian wawasan nusantara

Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
f. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
g. Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada kepentingan nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.
c. Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti :
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak nilai – nilai budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
3.4.1 peran mahasiswa saat ini
Menurut saya mahasiswa harus memberikan pemikiran pemikiran yang positif untuk perkembangan dan kemajuan Negara Indonesia dan berperan aktif dalm menjalan kan system pemerintahan yang ada saat ini
3.51 cara mengantisifasi kurang baiknya mahasiswa
Ada perbedaan yang besar antara melakukan antisipasi dan melakukan reaksi. Antisipasi dilakukan sebelum sebuah even terjadi. Reaksi dilakukan setelah sebuah even terjadi. Antisipasi adalah serangkaian aktifitas untuk menciptakan sebuah kesempatan dengan mempertimbangkan situasi yang akan terjadi. Reaksi adalah serangkaian tindakan yang biasanya bersifat mengobati atau memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah terjadi. Antisipasi memprediksi masa depan. Reaksi menyesali masa lalu.
Dalam banyak hal antisipasi merupakan bagian dari hidup yang bertanggungjawab. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan agar kita mengantisipasi harga yang harus kita bayar ketika kita memutuskan untuk menjadi murid-Nya

Pers Orde Baru dan Pers Reformasi



Pers Orde Baru dan Pers Reformasi
Proses transisi politik di tanah air membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan media massa, khususnya pers Indonesia. Sistem pers di negara kita adalah sistem yang rumit, tidak sesederhana seperti apa yang dapat dilihat oleh mata awam karena melibatkan banyak tangan yang bermain di dalamnya. Instrumen politik yang terejawantahkan menjadi berbagai bentuk kebijakan telah meruntuhkan teori-teori tentang sistem pers jika bersentuhan dengan kontradiksi antara teori dengan praktik di lapangan. Kondisi ini berlangsung dari rezim ke rezim. Kali ini bincangmedia membahas perbandingan sistem pers Indonesia pada masa Orde Baru dan Reformasi.
Rezim Orde Baru dengan konsep Pers Pancasila yang memiliki jargon ”pers yang bebas dan bertanggung jawab” pada akhirnya hanya berhenti pada slogan politis. Bertanggung jawab dalam hal ini tidak lebih sebagai bentuk bertanggung jawab terhadap pemerintah karena dalam praktiknya, pemerintah selalu berupaya menempatkan pers sebagai bagian dari ideological state apparatus, yang diharapkan bisa berperan dalam proses mereproduksi dan menjaga stabilitas legitimasi penguasa. Untuk itu, rezim Orde Baru telah menerapkan berbagai kontrol terhadap pers, yang peda garis besarnya mencakup:
1.   Kontrol preventif dan korektif terhadap kepemilikan institusi media, antara lain mealui pemberian SIT (yang kemudian diganti dengan SIUPP) secara selektif berdasarkan kriteria politik tertentu.
2.  Kontrol terhadap individu dan kelompok pelaku profesional (wartawan) melauluI mekanisme seleksi dan regulasi (seperti keharusan menjadi anggota PWI sebagai wadah tunggal, kewajiban mengikuti penatarn P4 bagi pemimpin redaksi), dan kontrol berupa penunjukan-penunjukan individu-individu untuk menduduki jabatan tertentu dalam media milik pemerintah.
3.  Kontrol terhadap produk teks pemberitaan (baik isi maupun isu pemberitaan) melaui berbagai mekanisme.
4.  Kontrol terhadap sumber daya, antara lain berupa monopoli kertas oleh penguasa.
5.  Kontrol terhadap akses ke pers, berupa pencekalan tokoh-tokoh oposan tertentu untuk tidak ditampilkan dalam pemberitaan pers.
Di sisi lain, Orde Baru menentukan landasan operasional pers bersifat ideologis, melalui konsep jurnalisme pembangunan. Konsep jurnalisme semacam ini pada hakekatnya menjadikan media bersifat partisan dalam kerangka orientasi negara.
Salah satu indikasi tafsir undang-undang pers yang menggunakan kacamata kepentingan “negara” adalah selalu dikaitkan dengan salah satu visi pemerintah Orde Baru waktu itu, yakni apa yang disebut “stabilitas nasional”. Untuk memelihara serta memperkokoh ketahanan nasional yang sehat dan dinamis, maka pers nasional bertanggungjawab untuk turut menyukseskan pembangunan nasional. Alasan stabilitas nasional inilah yang menyebabkan negara merasa berhak dan harus menjalankan tugasnya itu dengan “pendekatan keamanan” (security approach).
Fungsi kontrol pers terhadap pemerintah sangat lemah. Pemerintah bersifat sangat peka terhadap perbedaan sikap atau pandangan yang diungkapkan pers. SIUPP menjadi senjata andalan pemerintah dalam membungkam pers Indonesia. Banyak pers yang terbunuh oleh perangkap ini. Kebebasan pers serasa impian pada masa itu. Seorang Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) pernah masuk penjara di rezim Soekarno dan rezim Soeharto karena gigih memperjuangkan kebebasan pers.
Kondisi sangat berbeda sejak masa Reformasi tahun 1998. Berlakunya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menandai era baru kebebasan pers paska otoritarianisme Orde Baru telah membawa banyak perubahan bagi dinamisasi kehidupan media di Indonesia. Salah satu indikator awal dari adanya kebebasan tersebut adalah meningkatnya jumlah penerbitan pers. Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Pers (23 September 1999), jumlah penerbitan media cetak di Indonesia yang meliputi suratkabar, tabloid, majalah, dan bulletin mencapai 1.687. Jika dibandingkan dengan tahun 1997 jumlah penerbitan yang hanya 289 media, berarti hanya sekitar seperlima dari jumlah penerbitan yang ada pada tahun 1999. Bagi publik, kondisi ini memunculkan harapan baru untuk memperoleh keragaman informasi yang bersumber dari adanya keragaman isi maupun keragaman kepemilikan media.
Kehadiran UU No. 40 Tahun 1999 tidak semata-mata berimbas pada banyaknya penerbitan pers yang muncul, namun juga memberi kemerdekaan dan keterbukaan bagi insan media dalam menjalankan aktivitas jurnalistiknya berupa kegiatan 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang tersedia. Di atas kertas, prestasi ini ditandai dengan Indeks Peringkat Kemerdekaan Pers Tahun 2001 menurut Reporters Sans Frontieres Paris. Berdasarkan tiga parameter penelitian yang digunakan, yakni (1) hukum media di negara bersangkutan, (2) kebebasan wartawan dalam mencari berita, dan (3) profesionalisme wartawan dan media di suatu negara; Indonesia tercatat memiliki indeks kemerdekaan pers tertinggi di Asia (Batubara, 2007: 75). Pada tahun 2002, menurut data Indeks Kebebasan Pers Dunia yang pertamakali dikeluarkan oleh Reporters Without Borders (Oktober 2002), Indonesia menempati urutan 57 dari 139 negara—yang  diteliti—di seluruh dunia (Luwarso dan Samsuri, 2003: 81-84).
Semangat untuk memenuhi kebutuhan publik dalam memanfaatkan momentum kebebasan pers dalam praktiknya ternyata sering menimbulkan berbagai ironi yang justru bertentangan dengan semangat dasar dan filosofi jurnalisme. Salah satunya terlihat dari banyaknya pengabaian standard jurnalistik dalam penulisan berita. Akibatnya, kebebasan, baik “bebas dari” maupun “bebas untuk” yang melekat pada dunia pers tanpa disertai peningkatan upaya profesional untuk memegang teguh kepercayaan masyarakat (pembaca) akhirnya menghasilkan media yang menampilkan berita-berita bombastis, melodrama, mistik, eksploitasi seksual, dan cenderung pada taraf pengungkapan konflik demi memuaskan selera rendah pembacanya.  Anggapan bahwa pers telah berjalan melampaui makna kebebasan pers itu sendiri juga dikemukakan oleh beberapa pengamat media. Kritik yang paling populer disampaikan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam opininya di Kompas, 9 Februari 1999. Ia mengatakan, akibat berlebihan memaknai euforia kebebasan, pers Indonesia seperti kuda lepas dari kandangnya, meloncat-loncat, berlari tanpa arah dan mendengus-dengus ke mana saja (Susilastuti D.N., 2000: 232, Sobur, 2001: vii). Kritik senada muncul dari mendiang Abdul Muis, Gurubesar Program Pascasarjana Komunikasi Universitas Hasanuddin. Menurutunya, euforia kebebasan pers di era reformasi tampaknya sudah mencapai titik jenuh dan memunculkan gejala kebebasan pers yang bersifat ganas (predatory freedom) pada sebagian penerbitan pers (Sobur, 2001: vii).
Menurut UU No 40/1999, pers dan kebebasan pers adalah sosok dan kebebasan yang luar biasa. Kemerdekaan pers diakui sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasas prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2). Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 A1). Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 Ayat 2). Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 Ayat 3). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak (Pasal 4 Ayat 4).[Iwan Awaluddin Yusuf].

engaruh sistem ketahanan nasional pada aspek-aspek kehidupan nasional


Pengaruh sistem ketahanan nasional pada aspek-aspek kehidupan nasional


Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi.
Pengertian Konsepsi Ketahanan Nasioanl Indonesia
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengatuaran dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantaran.
Dengan kata lain, Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman (sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar negeri.

Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari :
1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan kemakmuran dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang mendasar dan esensial. Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan merupakan asa dalam sistem kehidupan nasional. Tanpa kesejateraaan dan keamanan, sesitem kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada pada sistem kehidupan nasional itu sendiri. Kesejahtrean maupun keamanan harus selalu ada, berdampingan pada kondisi apa pun.
Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional yang dicapai merupakan tolak-ukur Ketahanan Nasional
2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan selaras pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif intergral).
3. Asas Mawas ke Dalam da Mawas ke Luar
Sistem kehidupan naasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan linkungan sekelilingnya. Dalam proses interaksi tersebut dapat timbul berbagai dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk itu diperlukan sikap mawas ke dalam maupun keluar.
a. Mawas ke Dalam
Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemadirian yang proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh.
b. Mawas ke Luar
Mawas Ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak lingkungan stategis luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan ketergantungan dengan dunia internasional.
4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan kebersamaan, kesamaan, gotong royong, tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perbedaan tersebut harus dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan agar tidak berkembangkan menjadi konflik yang bersifat saling menghancurkan.
Sifat ketahanan nasional
Ketahan nasional suatu bangsa memiliki sifat sebagai berikut. :
1. manunggal, yaitu sifat integratif yang diartikan terwujudnya kesatuan dan perpaduan yang seimbang serasi, dan selaras dengan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. mawas ke dalam, yaitu ketahan nasional yang diarahkan pada diribangsa dan negara itu sendiri.
3. kewibawaan, yaitu kethanan nasional sebagai hasil pandangan yang bersifat menunggal dapat mewujudkan kewibawaan nasional.
4. dinamis, yaitu kondisi tingkat ketahanan nasional suatu negara yang tidak tetap.
5. menitik beratkan konstitusi dan saling menghargai.
Ketahanan nasional tidak mendahulukan sikap adu kekuasaan dan adu kekuatan. Maka, konsepsi ketahan nasional tidak mengutamakan penggunaan adu kekuasaan dan adu kekerasan.
Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Tiap-tiap aspek, terutama aspek-aspek dinamis, di dalam tata kehidupan nasional relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang sangat kompleks dan amat sulit.
Dari pemahaman tentang hubungan tersebut tentang gambaran bahwa Konsepsi Ketahanan Nasional akan menyangkut hubungan antara aspek yang mendudung kepribadian yaitu :
1. Aspek yang berkaitan dengan alam besifat stasti, yang meliputi Aspek Geografi, Aspek Kependudukan, dan aspek Sumber Kekayaan Alam.
2. Aspek yang berkaitan dengan sosial bersifat dinamis, yang meliputi Aspek Ideologi, Aspek Politik, Aspek Sosial Budaya, dan Aspek Pertahanan dan Keamanan.

Ketahanan Pada Aspek Ideologi
          Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari luar negeri maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi mental bangsa yang berlandaskan pada keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara serta pengamalannya yang konsisten dan berlanjut.
Pancasila merupakan ideologi nasional, dasar negara, sumber hukum dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencapai ketahanan ideologi maka diperlukan aplikasi nyata Pancasila secara murni dan konsekuen baik objektif maupun subjektif. Pelaksanaan objektif adalah bagaimana pelaksanaan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tersurat atau paling tidak tersirat dalam UUD 1945 dan segala peraturan perundang-undangan dubawahnya, serta segala kegiatan penyelenggaraan negara. Pelaksanaan subjektif adalah bagaimana nilai-nilai tersebut dilaksanakan oleh pribadi masing-masing dalam kehidupan sehari-hari secara pribadi, anggota masyarakat dan negara. Pancasila mengandung sifat idealistik, realistik dan fleksibilitas sehingga terbuka terhadap perkembangan yang terjadi sesuai realitas perkembangan kehidupan tetapi sesuai dengan idealisme yang terkandung didalamnya. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945, Pancasila sebagai ideologi nasional diatur dalam Ketetapan MPR RI No.:XVIII/MPR/1998. Pancasila sebagai pandangan hidup dan sumber hukum diatur dalam Tap. MPRS RI No.: XX/MPRS1966 jo. Tap. MPR RI No.:IX/MPR/1976.

Ketahanan Pada Aspek Sosial Budaya
Ketahanan di bidang sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamik yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional didalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Wujud ketahanan sosial budaya nasional tercermin dalam kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia. Esensi pengaturan dan penyelenggaran kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia adalah pengembangan kondisi sosial budaya dimana setiap warga masyarakat dapat merealisasikan pribadi dan segenap potensi manusiawinya yang dilandasi nilai-nilai Pancasila.

 Pengaruh Pada Aspek Ekonomi
Perekonomian adalah salah satu aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat , meliputi produksi, distribusi serta konsumsi barang dan jasa. Usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara individu maupun kelompok serta cara-cara yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan.Sistem perekonomian yang dianut oleh suatu negara akan memberi corak dan warna terhadap kehidupan perekonomian dari negara itu. Sistem perekonomian liberal dengan orientasi pasar secara murni akan sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Di sisi lain, sistem perekonomian sosialis dengan sifat perencanaan dan pengendalian penuh oleh pemerintah, kurang peka terhadap pengaruh dari luar. Kini tidak ada lagi sistem perekonomian liberal murni dan atau sistem perekonomian sosialis murni karena keduanya sudah saling melengkapi dengan beberapa modifikasi didalamnya. Sistem perekonomian yang dianut oleh bangsa Indonesia mengacu kepada pasal 33 UUD 1945. Didalamnya menjelaskan bahwa sistem perekonomian adalah usaha bersama berarti setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untuk mensejahterakan bangsa. Dengan demikian, perekonomian tidak hanya dijalankan oleh pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan badan-badan usaha negara, namun masyarakat dapat turut serta dalam kegiatan perekonomian dalam bentuk usaha-usaha swasta yang sangat luas bidang usahanya. Koperasi adalah salah satu bentuk usaha yang mungkin untuk dikembangkan yaitu suatu bentuk usaha yang dilaksanakan atas dasar kekeluargaan. Di dalam perekonomian Indonesia tidak dikenal adanya usaha monopoli dan monopsoni baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.
Secara makro sistem perkonomian Indonesia dengan menggunakan terminologi nasional dapat disebut sebagai sistem perekonian kerakyatan. Merujuk pasal 33 UUD 1945 maka kemakmuran yang dituju adalah kemakmuran rakyat Indonesia seluruhnya, termasuk mereka yang ada di pulau-pulau terpencil dan puncak-puncak gunung melalu pemanfaatan sumber-sumber kekayaan alam yang ada.
Era globalisasi menuntut negara untuk senantiasa mewaspadai dan tidak mungkin menutup diri dari perkembangan dan perubahan sistem ekonomi yang mengglobal pula. Oleh karena itu, negara harus mampu mengintegrasi ekonomi nasional dengan ekonomi global secara adaptif dan dinamis sehingga diperoleh hasil optimal bagi kepentingan nasional dan tujuan nasional.
Ketahanan Pada Aspek Ekonomi
Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang datang dari luar maupun dari dalam negeri baik yang langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan hidup pereokonomian bangsa dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan rumusan pengertian ketahanan nasional dan kondisi kehidupan nasional Indonesia sesungguhnya ketahanan nasional merupakan gambaran dari kondisi sistem (tata) kehidupan nasional dalam berbagai aspek pada saat tertentu. Tiap aspek didalam tata kehidupan nasional relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek-aspek dinamis sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang amat sulit dipantau, karena sangat kompleks. Dalam rangka pemahaman dan pembinaan tata kehidupan nasional itu diperlukan penyederhanaan tertentu dari berbagai aspek kehidupan nasional dalam bentuk model yang merupakan hasil pemetaan dari keadaan nyata, melalui suatu kesepakatan dari hasil analisa mendalam yang dilandasi teori hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan manusia/masyarakat dan dengan lingkungan.